Faktanatuna.id, NASIONAL – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan peringatan serius kepada pemerintah daerah (Pemda) di Sumatera Selatan (Sumsel). Tingkat Kerawanan Korupsi Sumsel dinilai masih sangat tinggi. Peringatan keras ini disampaikan dalam Rapat Koordinasi Penguatan Sinergi dan Kolaborasi Pemberantasan Korupsi yang digelar di Palembang, Kamis (20/11/2025).
KPK mendesak Pemda Sumsel untuk segera membenahi Tata Kelola Pemerintahan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik sebagai langkah perbaikan fundamental.
390 Kasus Korupsi dan Indikator Merah
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, memaparkan data yang mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu enam tahun terakhir, dari periode 2019 hingga 2025, KPK telah menangani 390 kasus korupsi di wilayah Sumatera Selatan.
Angka fantastis ini menjadi dasar bagi KPK untuk mengkategorikan indikator penilaian tata kelola di Sumsel masih berada di level “merah”.
“Jika merah, berarti pelaksanaan tata kelola pemerintahan masih belum baik. Itu menjadi peringatan,” kata Johanis. Kategori merah ini bukan sekadar hasil survei, melainkan penilaian mendalam yang menunjukkan lemahnya implementasi tata kelola yang baik di tingkat Pemda.
Kunci Perbaikan Ada di Regulasi dan Pelayanan Publik
Johanis Tanak menegaskan bahwa kedatangan KPK ke Sumsel bertujuan utama untuk memberikan pengingat dan dorongan perbaikan. Fokus utamanya adalah merapikan segala hal yang berkaitan dengan pelayanan publik, regulasi, dan Tata Kelola Pemerintahan secara menyeluruh.
“Kami datang untuk mengingatkan agar pelayanan publik, regulasi, dan hal lain yang berkaitan dapat dirapikan,” ujarnya. Perbaikan tata kelola ini dianggap sebagai kunci fundamental untuk menciptakan iklim pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.
Dampak Buruk Korupsi Terhadap Iklim Investasi
Selain berdampak pada buruknya pelayanan publik, Johanis juga menyoroti bahaya Kerawanan Korupsi Sumsel terhadap sektor investasi. Ia menyebut bahwa perbaikan tata kelola menjadi prasyarat mutlak untuk menciptakan iklim investasi yang sehat.
Investor akan enggan menanamkan modal di daerah yang:
-
Birokrasi pelayanannya buruk.
-
Regulasi yang diterapkan berbelit-belit.
-
Tingkat korupsi yang masih tinggi.
“Kalau pelayanan tidak bagus, korupsi banyak, dan peraturan berbelit-belit, maka investor tidak akan datang. Dampaknya dirasakan daerah dan masyarakat,” pungkas Johanis. Dengan demikian, bersih dari korupsi bukan hanya masalah hukum, tetapi juga masalah kesejahteraan ekonomi dan daya saing daerah.
(*Drw)












