Daerah  

Klaim Tanpa Bukti! Kuasa Hukum Ahli Waris Tinjau Lahan Sengketa 52,8 Hektare di Cirebon

Sengketa Lahan Cirebon 52 Hektare: Ahli Waris Tinjau Lokasi
Kuasa hukum ahli waris Hj. Ratu Dolly Manawijah meninjau lahan 52,8 hektare di Kelurahan Larangan, Cirebon, dalam agenda Pemeriksaan Setempat PN Cirebon dan menegaskan legalitas kepemilikan/Dok. Ist

Faktanatuna.id, NASIONAL – Sengketa Lahan Cirebon seluas sekitar 52,8 hektare di Kelurahan Larangan memasuki babak baru. Kuasa hukum ahli waris Hj. Ratu Dolly Manawijah, Dr. (Cand.) Shri Hardjuno Wiwoho, S.H., M.M., melakukan peninjauan terhadap lahan tersebut. Kunjungan ini bertepatan dengan agenda Pemeriksaan Setempat (PS) yang digelar Pengadilan Negeri Cirebon pada Jumat (21/11/2025).

Dalam kegiatan tersebut, Hardjuno memeriksa secara langsung kondisi fisik lahan sekaligus mencocokkannya dengan dokumen resmi milik ahli waris. Ia kembali menegaskan bahwa lahan dimaksud adalah hak milik ahli waris, bukan bagian dari tanah keraton.

“Status kepemilikan tanah ini telah jelas. Semua dokumen lengkap, dan ada putusan pengadilan yang menguatkan,” katanya dalam keterangan tertulis yang dikutip, Jumat (21/11/2025).

Pemasangan Pagar Dipertanyakan Legalitasnya

Saat melakukan pengecekan, Hardjuno menemukan sebagian lahan telah dipagari dan dipasangi plang oleh pihak yang mengatasnamakan Qian Santang Law Firm. Ia menilai tindakan ini tidak dapat dijadikan dasar klaim tanpa adanya bukti resmi kepemilikan yang sah.

“Setiap pihak yang mengaku memiliki hak harus bisa menunjukkan dokumen. Bukan hanya memasang pagar atau plang,” tegas Hardjuno. Ia turut memperlihatkan area di balik pagar yang dipasang pihak tersebut sebagai bukti perlunya verifikasi legal yang jelas dalam Sengketa Lahan Cirebon ini.

Sebelumnya, pada 19 November 2025, pihak ahli waris telah melayangkan somasi untuk meminta penjelasan terkait dasar hukum klaim yang diajukan pihak Qian Santang. Namun, jawaban yang diterima dinilai belum menjelaskan pokok masalah, khususnya terkait riwayat kepemilikan dan klaim atas lahan seluas 3,9 hektare.

Dugaan Transaksi Tidak Sah Masuk Ranah Pengadilan

Hardjuno juga menyinggung adanya dugaan penjualan sebagian objek tanah oleh kuasa hukum terdahulu tanpa landasan hukum yang sah. Perkara tersebut kini bergulir dalam gugatan di Pengadilan Negeri Sumber.

“Beberapa transaksi lama diduga kuat tidak memenuhi ketentuan hukum. Seluruhnya kini sedang diuji di pengadilan. Kami memastikan hak ahli waris tetap dilindungi,” jelasnya.

Ia menegaskan pihaknya tetap membuka ruang komunikasi, namun seluruh proses harus berjalan sesuai ketentuan hukum. “Kami siap berdialog, namun semuanya harus berdasarkan bukti dan aturan. Bila ada tindakan yang tidak sesuai hukum, tentu ada konsekuensinya,” tambahnya.

Hardjuno berharap seluruh pihak menghormati proses peradilan yang sedang berjalan melalui agenda Pemeriksaan Setempat (PS) ini agar status lahan tidak menimbulkan kebingungan di lapangan.

Penelusuran Rekam Jejak Pihak yang Mengklaim

Dalam kesempatan itu, Hardjuno juga menyampaikan hasil penelusurannya terkait pihak-pihak yang disebut berada di balik klaim atas tanah tersebut, termasuk figur bernama Ho Hariaty. Ia menemukan bahwa nama tersebut pernah muncul dalam sejumlah pemberitaan publik mengenai sengketa pertanahan di berbagai daerah.

“Dari penelusuran saya, nama Ho Hariaty beberapa kali muncul dalam kasus pertanahan. Bahkan ada pemberitaan yang mengaitkan sosok tersebut dengan perkara BLBI melalui keluarga dekatnya. Informasi semacam ini perlu menjadi perhatian agar kita berhati-hati terhadap klaim tanpa dasar,” ujarnya.

Hardjuno menegaskan bahwa informasi tersebut bukan bentuk tuduhan, melainkan bagian dari kehati-hatian dalam proses hukum. “Saya tidak menuduh siapa pun. Saya hanya menyampaikan bahwa rekam jejak publik itu ada, sehingga proses pembuktian harus dilakukan secara transparan di pengadilan,” tutupnya.

(*Drw)