Bloomberg Puji Jokowi “Politisi Jalanan” dan Sandingkan dengan Clinton, Pengamat Sebut Kekonyolan

Jokowi Dijuluki 'Politisi Jalanan', Dikritik Keras di Dalam Negeri
Presiden Jokowi meresmikan RS Mayapada Hospital Nusantara milik salah satu orang terkaya di Indonesia/BPMI Setpres.

Faktanatuna.id, NASIONAL – Mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapatkan julukan unik dari Pemimpin Redaksi Bloomberg, John Micklethwait, dalam forum ekonomi internasional baru-baru ini. Micklethwait menyebut Jokowi sebagai “Politisi Jalanan” (street politician), sebuah istilah yang dimaksudkan sebagai pujian atas gaya kepemimpinan Jokowi yang merakyat dan gemar blusukan. Bloomberg bahkan menyandingkan Jokowi dengan tokoh dunia sekelas Bill Clinton karena kemampuannya berinteraksi luwes dengan publik.

Namun, pujian internasional tersebut menuai kritik tajam di dalam negeri. Ketua Dewan Direksi GREAT Institute, Syahganda Nainggolan, menilai perbandingan tersebut sangat tidak proporsional dan berlebihan.

Kritik Julukan Jokowi: Perbandingan Tidak Proporsional

Menurut Syahganda, menyamakan Jokowi dengan Bill Clinton adalah sebuah “kekonyolan”. Ia menekankan perbedaan kapasitas intelektual dan reputasi internasional yang dimiliki kedua tokoh tersebut. Julukan Jokowi Politisi Jalanan dinilai tidak cukup untuk membenarkan perbandingan dengan tokoh yang memiliki rekam jejak diplomasi dan intelektual yang kuat.

“Menyamakan Jokowi dengan Bill Clinton adalah sebuah kekonyolan,” tegas Syahganda.

Pengamat politik ini lebih jauh menyoroti keterbatasan kemampuan bahasa asing Jokowi. Hal tersebut dinilainya menjadi kendala dalam diplomasi tingkat tinggi yang sesungguhnya.

Keraguan terhadap Kehadiran di Forum Global

Syahganda bahkan melontarkan dugaan skeptis mengenai kehadiran Jokowi di forum-forum elit global pasca-lengser. Ia mencurigai bahwa undangan tersebut tidak murni karena prestasi, melainkan ada mekanisme transaksional atau berbayar.

Menurutnya, sebagai mantan pejabat yang kini menjadi warga sipil biasa, sulit membayangkan korporasi bisnis global mengundang tanpa adanya kepentingan komersial.

Syahganda menegaskan bahwa apresiasi dari lembaga asing seringkali bias dan tidak mencerminkan realitas substantif kepemimpinan yang dirasakan di dalam negeri. Oleh karena itu, publik tidak perlu terlalu terbuai dengan label-label positif dari luar.

(*Drw)