Faktanatuna.id, NASIONAL – Tim Koordinasi Penyelenggaraan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menggelar rapat perdana untuk mematangkan salah satu program utama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Rapat ini membedah berbagai persoalan krusial lintas kementerian dan lembaga yang esensial bagi kesuksesan program yang masif.
Ketua Harian Tim Koordinasi, Nanik Sudaryati Deyang, memimpin diskusi yang fokus pada standardisasi, logistik, dan perluasan target penerima manfaat. Dalam keterangan resminya di Jakarta (9/11), Nanik menjelaskan beberapa agenda utama, termasuk pembahasan 19 SOP Kesehatan, penyusunan menu, serta teknis distribusi MBG bagi balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Selain itu, dibahas pula pembentukan kelompok kerja khusus untuk penyiapan bahan baku pangan.
Target MBG 83 Juta Penerima: Meluas Hingga Lansia dan Difabel
Pemerintah menetapkan target yang sangat ambisius untuk program ini. Pada tahun 2026, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) ditargetkan menjangkau 83 juta penerima manfaat setiap hari. Angka ini mencakup siswa, balita, serta ibu hamil dan menyusui.
Visi jangka panjang Presiden Prabowo Subianto juga disoroti:
- Perluasan Target: Kementerian Sosial telah mengusulkan—dan Presiden Prabowo telah menyetujui—agar para lansia serta difabel turut dimasukkan ke dalam daftar penerima.
- Visi 2027: Nanik menyebut pada 2027 Presiden berharap dapat memberikan makan bergizi gratis untuk seluruh masyarakat miskin di Indonesia.
“Ini luar biasa peluangnya,” tegas Nanik, menekankan perlunya keterlibatan semua Kementerian dan Lembaga (K/L) untuk mewujudkan Target MBG 83 Juta Penerima tersebut.
Tantangan Terbesar: Kenaikan Harga dan Pasokan Bahan Baku
Nanik secara terbuka mengakui bahwa Badan Gizi Nasional (BGN) tidak dapat bekerja sendiri karena skala anggaran dan kompleksitas program yang masif. Saat ini, struktur koordinator pelaksana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sedang dibahas bersama Kemendagri dan Kemenpan RB.
Namun, tantangan terbesar ada di depan mata: pasokan bahan pangan. Nanik mengungkapkan bahwa saat ini saja, 14.299 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang melayani 40 juta penerima telah menyebabkan kenaikan harga komoditas seperti ayam, telur, dan sayuran.
“Kalau tidak segera diantisipasi, yang akan meledak adalah soal penyediaan bahan baku,” tandas Nanik.
Tantangan ini menuntut strategi pasokan pangan yang matang untuk memastikan keberlanjutan program tanpa mengganggu stabilitas harga komoditas di pasar.
(*Drw)












